The Future of Dressing: Apakah AI Akan Mengubah Cara Belanja Fashion?

Istilah “belanja AI” kini bukan lagi sebatas jargon. Diakui atau tidak, kehadiran artificial intelligence telah mengubah banyak hal, termasuk menciptakan masa depan belanja fashion yang semakin mudah dan praktis. Kini, semakin banyak orang memanfaatkan AI untuk mencoba pakaian secara virtual, mendapatkan styling personal melalui algoritma, hingga mendandani avatar digital di dunia metaverse.

Bayangkan saat membuka lemari, dan program AI langsung memberi tahu apa yang cocok hari ini, atau cukup “menyentuh” layar dan pakaian muncul di dirimu secara virtual tanpa perlu kamu pakai sungguhan. Teknologi AI kini bukan cuma janji futuristik, melainkan mulai merombak cara kita berpakaian dan berbelanja. Dari virtual fitting rooms hingga fashion digital di metaverse dan avatar personal, tren ini makin memperkuat brand yang ada sebagai entitas yang “melek tren masa depan”.

Tapi seberapa besar pengaruh dalam dunia fashion masa depan. Akankah penggunaannya akan menjadi trend barU/ Yuk, kita telusuri pergeseran radikal ini dalam belanja fashion dan gali bagaimana AI mengubah pengalaman berbelanja fashion secara fondasional.

1. Kemudahan Virtual Fitting Room & AI Try-On

Salah satu inovasi yang paling nyata dari teknologi AI adalah virtual try-on yang menggunakan AR. Dalam hal ini, AI memungkinkan calon pembeli/penyewa mencoba pakaian secara digital. Beberapa brand dan marketplace sudah mulai menggunakan metode ini untuk memudahkan pelanggan.

Salah satunya adalah Google Shopping yang memperkenalkan AI Mode dengan menyertakan “virtual dressing room” langsung dari foto pribadi. Selain itu, ada startup seperti GlamAI menambah akurasi tinggi dengan menerapkan AI untuk memvisualisasikan baju secara realistis dalam hitungan detik.

Faktanya, metode ini bukan sekadar gimmick. Teknologi virtual try-on (VTO) sudah lebih dari sekadar visualisasi baju di layar, yang sekarang semakin detail dan personal. Berikut beberapa keuntungannya, baik untuk pembeli maupun penjual:

  • Penelitian akademis seperti Smart Fitting Room menunjukkan bahwa integrasi generative + retrieval AI dapat menghadirkan pengalaman belanja 360° yang lebih personal dan efektif secara penjualan.
  • Studi Applied Sciences 2024 menunjukkan penerimaan tinggi konsumen terhadap VTO: berbagai faktor seperti kepuasan emosional, teknikal, dan simbolik memperkuat niat beli.
  • Riset dari FashionBi menunjukkan AR dan AI peningkatan konversi hingga 94%, dan menurunkan retur sampai 40%. Loyalty konsumen juga meningkat ~45%.
  • Teknologi canggih seperti HF-VTON dan SV-VTON memungkinkan pakaian ditampilkan dengan detail tinggi dan sesuai berbagai pose serta ukuran—sebuah lompatan ke simulasi fit realistis.

Dengan demikian, penerapan belanja AI melalui VTO memberikan keuntungan karena menjembatani kebutuhan estetika dan presisi, meski tetap perlu perangkat dan data lengkap untuk akurasi tinggi.

2. AI Personal Stylist dan Digital Closet yang Smart dan Ramah Lingkungan

Lebih dari sekadar mencoba baju, AI juga merambah ke personalisasi dan pengelolaan gaya. Dengan kata lain, artificial intelligence kini bisa menjadi konsultan gaya pribadi yang akurat sesuai preferensi masing-masing.  Berikut beberapa penerapannya:

  • Aplikasi seperti Style DNA menciptakan “formula gaya” personal dari satu foto, kemudian menyarankan outfit yang pas dan memaksimalkan lemari yang sudah ada.
  • Alta menghadirkan konsep Clueless closet ala film klasik. Dalam hal ini, AI mengarsipkan lemari secara digital, kalkulator biaya per-pakai, hingga avatar untuk preview outfit virtual.
  • lookingGLASS juga memperkenalkan “Clueless closet” di NY Fashion Week: AI mengonversi foto lemari menjadi tampilan outfit sehari-hari, meningkatkan penggunaan yang sudah ada.
  • Platform seperti ASOS juga mengadopsi AI stylist berbasis avatar dan preferensi pengguna yang mengurangi retur dan memperkuat loyalitas.

Penerapan AI personal stylist dan digital closet bukan hanya keren, tapi juga sustainable karena mendorong kita untuk menggunakan kembali koleksi yang ada, bukan membeli baru terus. Bukan hanya soal style, tapi soal sustainability (keberlanjutan), di mana Masyarakat diajak memaksimalkan apa yang sudah ada di lemari, bukan membeli berlebih.

3. Manfaat Digital Fashion dan Metaverse

Tak bisa dipungkiri bahwa beberapa orang punya semangat belanja yang luar biasa. Bagi orang-orang ini, belanja dilakukan bisa untuk alasan gengsi, kesenangan, atau hal lain di luar kebutuhan. Untungnya, AI juga bisa memberikan solusi.

Sebagai contoh di Metaverse, di mana avatar kita bisa berdandan tanpa batas materi. DressX adalah platform digital fashion terbesar yang menjual pakaian AR dan 3D untuk foto dan video. Bayangkan bagaimana jika pembeli belanja fashion tapi bukan buat tubuh, melainkan untuk avatar digital.

Tools seperti DressX Gen AI bahkan memungkinkan menciptakan outfit hanya lewat prompt teks dalam hitungan detik. Tribute Brand menggabungkan fashion digital + AR + NFC, memungkinkan kepemilikan hybrid fisik-digital sekaligus mengurangi jejak produksi massal.

Melansir Vogue Business, Valentino telah menjual digital look avatar lewat platform Meta dengan harga mulai $2.99 (kurang lebih Rp48.000 hingga Rp50.000). Saat Metaverse Fashion Week, platform seperti The Fabricant juga memamerkan fashion digital sebagai NFT, untuk membentuk konsep phygital (physical + digital). Tommy Hilfiger juga menyiapkan multi-metaverse hub lengkap dengan AR try-on, NFT, dan event fashion digital

Ini adalah upaya nyata mengubah fashion menjadi konten, bukan konsumsi barang. Dengan kata lain, teknologi ini adalah bentuk evolusi fashion ke arah aset digital dan ekspresi kreatif lintas dunia maya.

4. Mendorong Sustainability untuk Lingkungan dan Bisnis

AI bukan cuma soal keren, teknologi ini juga mengundang peluang untuk menciptakan mode yang lebih mindful. AI membantu mengoptimasi inventori sehingga mengurangi overproduction, meningkatkan mencocokkan ukuran, dan menekan retur, di mana semua langkah itu bisa memperkecil limbah fashion secara nyata. Berikut cara AI mendukung konsep keberlanjutan:

  • Dengan mengurangi retur lewat fit yang lebih presisi dan pengalaman belanja yang menyenangkan, AI membantu mengurangi sampah fashion.
  • Studi sistematik dari RMIT (2025) menyebut AI sebagai kunci transformasi mode ke circular economy dengan efisiensi supply chain dan pengelolaan limbah.
  • Namun, seperti yang dialami Shein dan fast fashion lain, AI tanpa etika dapat mendorong overproduction yang menjadi tren sekaligus mengundang risiko ekologis.

Implementasi AI belanja fashion dengan kesadaran bahwa konsumsi tetap harus bertanggung jawab. Dengan menciptakan outfit digital dan personalisasi, mood untuk terus beli baru bisa digerakkan ke kreativitas dan self-expression, bukan konsumerisme berlebih.

 

Tantangan

Walaupun menjanjikan, teknologi AI bukan tanpa batas. Akurasi ukuran masih jadi isu karena ukuran badan dan pose berbeda bisa menyulitkan fitting yang konsisten. Karenanya, untuk hasil maksimal, bButuh data berkualitas tinggi dan perangkat keras kuat, serta privasi pengguna betul-betul dijaga. Beberapa teknologi pun belum diadopsi secara luas meski potensinya jelas. Tren demokratisasi AI fashion masih butuh waktu untuk menyentuh semua kalangan secara adil. Singkatnya, “belanja AI” butuh fondasi etika dan teknologi lanjut agar positif dampaknya.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendekatan berbelanja fashion kini bukan lagi soal pergi ke toko atau membolak-balik katalog. AI memberikan lompatan ke Intelligent Dressing bahwa “belanja AI” berarti memungkinkan untuk mencoba pakaian secara virtual, gaya dipersonalisasi ala stylist digital, hingga membeli secara sustainable yang minim waste. Belanja pun lebih cepat, pintar, dan menantang eksklusivitas tradisional

Sudah saatnya kenalan lebih jauh sama teknologi ini sebelum menjadi default dunia mode. Siap pakai AI Rx untuk wardrobe selanjutnya?

 

Referensi

Our social media

LOGIN

Welcome back

Welcome back! Please enter your details.

Don't have an account?

Our social media

Register

Welcome! Please enter your details.